Wilayah Indonesia yang sebagian besarnya berupa wilayah perairan dan didominasi oleh tujuh provinsi kepulauan yang memiliki banyak pulau kecil tidak luput dari permasalahan mengenai disparitas harga yang tinggi di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Perbandingan PDB antara KTI dan Kawasan Barat Indonesia (KBI), yaitu 18,6% berbanding 81,4% dimana menunjukkan bahwa pemerataan ekonomi yang masih timpang antara KTI dan KBI dan berdampak pada tingkat kesejahteraan penduduk.
Pemerintah dengan program Tol Laut berusaha mengurangi disparitas harga melalui angkutan laut yang bersubsidi dan terjadwal untuk melayani beberapa pelabuhan di wilayah Indonesia salah satunya di Provinsi Kepulauan Riau. Pelabuhan Selat Lampa merupakan salah satu simpul transportasi laut yang menjadi titik persinggahan untuk kapal Tol Laut pada rute T-3 (Tanjung Priok - Jemaja/Letung - Tarempa - Midai - Selat Lampa - Serasan - Tanjung Priok) yang melayani Kabupaten Natuna. Pelabuhan ini berstatus sebagai pelabuhan pengumpan regional dengan wilayah hinterland Kabupaten Natuna.
Selain kesiapan transportasi laut baik dari segi sarana maupun prasarana dalam melayani barang yang akan diangkut, cluster pelayanan juga menjadi suatu hal yang penting untuk menjaga kelancaran distribusi logistik barang dan menekan disparitas harga antara KTI dan KBI. Oleh karena itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan melakukan kajian terkait kriteria yang perlu dipertimbangkan kedepan tentang cluster layanan Tol Laut meliputi komoditas wilayah, sarana dan prasarana infrastruktur Pelabuhan, sarana dan prasarana transportasi hinterland, serta tipe dan kapasitas kapal.
Komoditas Wilayah
Komoditi Tol Laut paling utama yang dibutuhkan adalah sembako seperti beras, kacang hijau, kacang tanah, frozen food, jajanan, dan juga terdapat barang pecah belah. Untuk komoditi yang dikirim dari Natuna ke Jakarta pada tahun 2019-2020 didominasi oleh hasil perikanan dan perkebunan seperti ikan beku, cumi beku, gurita beku, buah kelapa, kopra, cengkeh kering, minyak cengkeh dan jengkol, sedangkan komoditi yang dikirim dari Jakarta untuk dibawa ke Natuna pada tahun 2019-2020 terdiri dari berbagai produk kebutuhan rumah tangga seperti Tabung Gas LPG, pakaian, ayam beku, material bangunan, spare part, furnitur.
Proses bongkar muat khususnya terkait komoditas unggulan wilayah, perlu terdokumentasikan dengan baik dan dapat diintegrasikan dengan OPD terkait karena dengan mengetahui data komoditas tersebut setiap Pemerintah Daerah 3TP yang mendapatkan akses layanan Tol Laut dapat mengoptimalkan seluruh potensi komoditas wilayahnya untuk meningkatkan PAD wilayah tersebut. Selain itu, dengan adanya klasifikasi jenis dan volume komoditas masing-masing wilayah, stakeholder terkait khususnya KSOP dapat mengembangkan kuantitas dan kualitas layanan dermaga pelabuhan sesuai spesifikasi komoditas dan jenis kapal maupun kontainer yang digunakan.
Sarana dan Prasarana Infrastruktur Pelabuhan
Dalam kriteria sarana dan prasarana infrastruktur pelabuhan, saat ini telah tersedia 5 kontainer di area lapangan penampungan pelabuhan, dimana masih bisa ditambahkan hingga 7-10 kontainer untuk optimaliasi proses penyimpanan dan bongkar muat. Adanya subsidi Tol Laut yang lebih murah berdampak pada penurunan disparitas harga, sehingga maka pengguna Tol Laut yang dulunya 40% kini mampu mencapai 80% (kenaikan mencapai dua kali lipat). Selain itu juga sarana dan prasarana juga dibutuhkan untuk muatan cold storage dimana komoditas tersebut merupakan salah satu komoditas dengan volume terbesar di Natuna yang berupa ikan beku yang dikirim dalam muatan balik dan biasanya tercover di Pulau Midai.
Sarana dan Prasarana Transportasi Hinterland
Pelabuhan dalam lokasi penelitian ini adalah Pelabuhan Selat Lampa di Bunguran Selatan yang merupakan pelabuhan pengumpan regional yang digunakan sebagai tempat pelayanan kegiatan bongkar muat kapal Tol Laut. Untuk mendukung sarana dan prasarana transportasi hinterland di Kepulauan Natuna, Tol Laut dalam kegiatan bongkar muatnya akan lebih besar dampaknya jika didukung dengan penyebaran 90 barang muatan dengan kapal-kapal kecil dan kapal Pelayaran Rakyat (Pelra) yang dapat menjangkau wilayah terdalam demi meningkatan pelayanan transportasi laut ke daerah-daerah yang belum terlayani angkutan kapal perintis.
Dengan adanya kapal-kapal kecil dan Kapal Pelra tersebut diharapkan mampu meningkatkan usaha ekonomi pelayaran rakyat baik untuk kalangan tradisional maupun masyarakat lokal dan mampu menekan disparitas harga di Kepulauan Natuna yang kemudian untuk distribusi komoditas akan dilanjutkan oleh pihak DAMRI untuk media daratnya yang disebar ke Kota Ranai dan sekitarnya.
Tipe dan Kapasitas Kapal
kriteria tipe dan kapasitas kapal juga merupakan salah satu kriteria cluster yang utama karena berpengaruh pada kinerja dan optimalisasi dari Tol Laut. Kapal Tol Laut yang digunakan pada rute T-3 adalah KM. Logistik Nusantara 4 yaitu kapal dengan tipe general cargo yang merupakan kapal pengangkut barang yang dipilih karena fleksibilitasnya yang dapat menangani muatan dalam beberapa bentuk kemasan khususnya gabungan antara general cargo dan container.
Dari kriteria cluster wilayah pelayanan Tol Laut yang telah dijabarkan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kebijakan Tol Laut sudah memberikan dampak positif berupa penurunan harga di Kabupaten Natuna untuk komoditi barang seperti LPG, semen, air mineral, dan lainnya Implementasi Tol Laut pada rute T-3 dianggap baik dikarenakan mampu menjangkau daerah pelosok, serta beberapa hal yang dapat direkomendasikan terkait kriteria cluster layanan Tol Laut antara lain: