BAKETRANS GELAR FGD GUNA TINGKATKAN KESELAMATAN PERLINTASAN SEBIDANG

Jakarta—Risiko kecelakaan di perlintasan kereta api sebidang masih terus mengintai setiap saat. Tingginya jumlah kasus kecelakaan di perlintasan kereta api menunjukkan bahwa hal ini tidak dapat dipandang enteng. Upaya peningkatan keselamatan bagi pengguna jalan menjadi hal yang sangat penting untuk dilaksanakan.

Badan Kebijakan Transportasi (Baketrans) melalui Pusat Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Transportasi menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Implementasi RUNK LLAJ dalam Peningkatan Keselamatan Pengguna Jalan Pada Perlintasan Sebidang melalui Penguatan Peran Pemerintah Daerah” pada Senin (4/3). Kegiatan ini sebagai langkah sinergi dan kolaboratif untuk memperkuat koordinasi kelembagaan antara Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah dalam mewujudkan keselamatan pengguna jalan pada perlintasan sebidang.

Kepala Badan Kebijakan Transportasi, Robby Kurniawan meyampaikan bahwa Pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin keselamatan masyarakat, dalam hal ini keselamatan pengguna jalan yang melintas pada perlintasan sebidang.

“Melalui kegiatan ini kami berharap mendapatkan gambaran secara komprehensif tentang kondisi, permasalahan serta penanganan perlintasan sebidang di Indonesia,” ujar Robby.

Hadir sebagai pembicara kunci, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan bahwa bicara keselamatan bukan suatu hal yang mudah, sehingga penerapan Lima Pilar RUNK LLAJ menjadi hal yang sangat penting.

“Peningkatan keselamatan pada perlintasan sebidang bukan hanya menjadi tanggung jawab dari Kementerian Perhubungan, tapi memerlukan dukungan dan kerja sama dari para pihak yang menyelenggarakan jalan dan lalu lintas,” ujar Menhub.

Menhub menambahkan, sinergi dan kolaborasi lintas sektor untuk mencegah kecelakaan di perlintasan sebidang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Selain itu, peran Pemerintah Daerah sangat diperlukan dalam upaya peningkatan keselamatan pengguna jalan, mengingat sebagian besar kecelakaan lalu lintas terjadi di jalan daerah. Hal ini berbanding lurus dengan rasio panjang jalan di Indonesia, di mana 90,82 % status jalan di Indonesia merupakan jalan Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi Soerjanto Tjahjono menyebutkan perlu adanya evaluasi terhadap regulasi yang mengatur tentang perlintasan bidang.

“Regulasi yang ada sebaiknya harus bisa realistis untuk dapat diimplementasikan. Seperti contohnya pada UU 22/2009 tentang LLAJ pada pasal 114 disebutkan bahwa ada istilah isyarat lain saat kereta jalan kendaraan harus berhenti, namun isyarat lain ini tidak dijabarkan. Selain itu pada pasal 296 bagi pengemudi yang tidak berhenti Ketika sinyal berbunyi akan dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000, sanksi tersebut belum diimplementasikan dengan baik,” ungkap Soerjanto.

Soerjanto menambahkan bahwa masalah perlintasan sebidang bukan hanya tanggung jawab Kementerian Perhubungan, namun perlu melibatkan Kementerian PUPR dan Kemendagri serta pemerintah daerah. Namun perlu adanya koordinator dalam pelaksanaannya.

Turut hadir sebagai pembicara, Direktur Keselamatan dan Keamanan PT KAI, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan Kementerian PUPR.

Pada kesempatan ini, turut dilaksanakan penandatanganan MoU antara 7 lembaga terkait, antara lain Kementerian Perhubungan; Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR); Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi; Kementerian PPN/Bappenas; Kejaksaan Agung RI serta KNKT.

Komentar

Tulis Komentar