DUKUH ATAS TRANSFER PLAZA: PENINGKATAN AKSESIBILITAS MELALUI PEDESTRIANISASI DAN INTEGRASI MICROMOBILITY DALAM MENDUKUNG SUSTAINABLE TRANSPORT DI STASIUN LRT JABODEBEK DUKUH ATAS

Kawasan Dukuh Atas telah ditetapkan menjadi kawasan Transit Oriented Development (TOD) melalui Peraturan Presiden Nomor 55/2018 perihal Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) dan Peraturan Gubernur Nomor 107 Tahun 2020 tentang Panduan Rancang Kota Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit Dukuh Atas sehingga memegang peranan penting dalam pengembangan sekitar, tidak hanya secara tata guna lahan, melainkan juga secara aspek transportasi. Namun, aksesibilitas pada Stasiun LRT Jabodebek Dukuh Atas pada kondisi eksisting dirasa kurang sesuai karena memberikan prioritas kepada kendaraan bermotor melalui implementasi beberapa titik drop off kendaraan pribadi, fasilitasi titik drop off untuk kendaraan online, dan pemikiran dalam penyediaan lokasi parkir kendaraan bermotor. Permasalahan selanjutnya adalah kondisi eksisting jalan akses di bawah stasiun yang digunakan secara tidak tepat oleh pengendara motor untuk melintas berlawanan arah dan keterbatasan trotoar yang mengakibatkan pejalan kaki terpaksa berjalan di badan jalan sehingga membahayakan pejalan kaki karena adanya mix traffic. Hal ini menjadi permasalahan sehingga perlu dikaji lebih mendalam karena tidak sejalan dengan prioritas mobilitas yang mengutamakan hierarki active travel (pejalan kaki dan pesepeda) dan tidak sesuai dengan konsep sustainable transportation karena masih menyisakan emisi kendaraan.

Dalam melakukan evaluasi aksesibilitas pada kondisi eksisting, diperlukan data terkait komparasi sirkulasi lalu lintas, kondisi prasarana transportasi di sekitar, arah pergerakan kondisi eksisting, yang selanjutnya dilakukan analisis terkait sebaran pergerakan orang di sekitar Stasiun LRT Dukuh Atas, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

  • Sirkulasi Lalu Lintas: Sirkulasi lalu lintas kondisi eksisting menunjukkan volume pergerakan kendaraan menuju Jalan Setiabudi Tengah tepat di bawah stasiun LRT Dukuh Atas untuk menuju sisi timur stasiun cenderung akan sedikit. Transjakarta yang melewati Halte Dukuh Atas 2 juga hanya akan melewati jalan pada sekeliling Gedung Landmark. Kondisi ini memberikan kesempatan untuk meminimalisir desain jalan akses untuk kendaraan. Berdasarkan observasi di lapangan, jalan akses tersebut digunakan pengendara motor untuk melintas berlawanan arah dan banyak pejalan kaki yang berjalan di pinggir badan jalan karena keterbatasan lebar trotoar.
  • Pergerakan Perjalanan Eksisting: berdasarkan analisis, perjalanan yang berasal ataupun menuju ke titik nomor 7 (Jalan Setiabudi Tengah) memiliki pergerakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan titik origin/destination lainnya. Jalan Setiabudi Tengah hanya berfungsi sebagai penghubung kepada Jalan Setiabudi Utara, tetapi apabila Jalan Setiabudi Tengah dialihfungsikan sepenuhnya sebagai transfer plaza, maka dapat menggunakan alternatif Jalan H.O.S Cokroaminoto untuk menuju Jalan Galunggung dan Sudirman. Namun, konsep trotoar tetap dapat dilewati oleh kendaraan dengan menerapkan konsep “raised crossing” dimana kendaraan dapat melewati trotoar yang ditinggikan selevel trotoar dengan kecepatan yang rendah. Hal ini untuk meningkatkan kenyamanan pejalan kaki atau pesepeda dalam melakukan perpindahan moda.
  • Kondisi Trotoar Eksisting: berdasarkan obeservasi di sekitar stasiun LRT Dukuh Atas, potret kondisi desain aksesibilitas pada Gambar 1 poin a dan c menunjukkan jalur pedestrian yang hanya dapat digunakan 3 orang secara sejajar atau sekitar 2 meter. Sedangkan estimasi penumpang per jam membutuhkan lebar sekitar 2,6 meter (melalui hasil perhitungan) yang disajikan pada Tabel 1.
  • Persebaran Pergerakan Penumpang LRT Dukuh Atas: data hasil survei PT. KAI pada tahun 2019 untuk pergerakan penumpang Stasiun KRL Sudirman, menunjukkan persebaran penumpang lebih banyak menuju arah Selatan (60%) dengan dominasi menuju perkantoran mencapai 70%. Persebaran penumpang lainnya menuju sisi utara (30%) yang melintas lebih banyak melalui jalan Blora yang sebagian besar melanjutkan perjalanan untuk berpindah moda ke Halte Tosari (45%) ataupun menggunakan ojek online sebesar 20%. Sisa pergerakan lainnya hanya mencapai 10% menuju ke arah timur stasiun. Dari data survey ini, penulis gunakan sebagai data sekunder estimasi pergerakan orang dari Stasiun LRT Dukuh Atas.

Mengacu pada kondisi eksisting di sekitar Stasiun LRT Dukuh Atas, jalan akses Setiabudi Tengah di bawah stasiun LRT Dukuh Atas dapat lebih optimal memfasilitasi masyarakat apabila menjadi trotoar penuh atau dilakukan pedestrianisasi. Pedestrianisasi ini merupakan perubahan alih fungsi jalan menjadi trotoar yang lebar sebagai fasilitas publik untuk bermobilitas. Selain itu,diperlukan kelanjutan moda melalui integrasi micromobility menggunakan konsep bike sharing untuk meningkatkan aksesbilitas. Selain itu, dengan pedestrian yang luas, dapat menjadi fasilitas publik yang berpotensi menjadi tarikan baru untuk penumpang melakukan sosialisasi. Di sisi lain, lokasinya yang tepat dibawah stasiun dan di sisi Selatan waduk Setiabudi, membuat lokasi ini potensial untuk menikmati pemandangan waduk apabila sudah direvitalisasi. Tidak hanya sebagai tempat komunal, tetapi juga sebagai lokasi baru untuk mengadakan event-event demi menarik masyarakat. Melalui hal ini, fungsi stasiun sebagai alat pengantar mobilitas menjadi bertambah juga sebagai pusat kegiatan rekreasi dan ekonomi.

Melalui berbagai evaluasi kondisi eksisting di sekitar Stasiun LRT Dukuh Atas, penerapan pedestrianisasi dan integrasi microbility dapat berjalan maksimal apabila didukung dengan kebijakan-kebijakan berikut: 

  1. Menyusun kebijakan berbasis push and pull sebagai payung hukum penerapan integrasi micromobility;
  2. Memulai dari integrasi fisik, seperti membangun jaringan jalur sepeda dan fasilitas micromobility di titik transit untuk mengisi kekosongan di sistem transportasi perkotaan;
  3. Memimpin proses integrasi sepeda dan mengembangkan kerjasama dengan operator swasta yang berkomitmen pada layanan terintegrasi;
  4. Ekstensi subsidi tidak hanya pada pembelian Electrical Vehicle (EV), tetapi juga pada penyediaan bike sharing (sepeda gratis) untuk memudahkan penumpang LRT Jabodebek menuju destinasi akhir;
  5. Mendorong kerjasama dengan gedung sekitar Jalan Jenderal Sudirman untuk penyediaan parkir gratis bagi pesepeda, terutama Gedung Landmark Sudirman;
  6. Memperluas konsep integrasi transportasi tidak harus pada koneksi antara transportasi perkotaan, tetapi juga micromobility, tarif perjalanan, schedule perjalanan, dan kelembagaan;
  7. Mempercepat revitalisasi waduk Setiabudi sebagai tambahan spot destinasi baru yang terakses melalui Dukuh Atas Transfer Plaza;
  8. Menerapkan Low Emission Zone (LEZ) di kawasan Stasiun LRT Dukuh Atas.

Penulis : Danang Desfri Abdilah

Komentar

Tulis Komentar