DUKUNGAN SEKTOR TRANSPORTASI UDARA TERHADAP EKSPOR HASIL PERIKANAN TANGKAP

Bersamaan dengan mulai melandainya kasus COVID-19 yang diikuti dengan membaiknya sektor perekonomian negara, Menteri Keuangan memproyeksikan pertumbuhan perekonomian di tahun 2023 dalam rentang 5,3%-5,9%, atau naik sekitar 10% dari pertumbuhan perekonomian di tahun 2022 yang berada dalam nilai 5,1%. Proyeksi positif tersebut tentu didasarkan oleh evidence yang cukup yaitu belanja Pemerintah, tingkat konsumsi, investasi yang masuk, dan perdagangan yang mulai beranjan naik. Sepanjang tahun 2021, nilai ekspor Indonesia meningkat sebesar 41,88% y-o-y. Selain itu, di periode Januari-Mei 2022, nilai ekspor Indonesia juga meningkat sebesar 36,34% y-o-y. Nilai ekspor yang lebih tinggi dari nilai impor, memberikan surplus pada neraca perdagangan secara keseluruhan. Sepanjang tahun 2021 yang lalu, nilai ekspor hasil perikanan berjumlah lebih dari 5 miliar US Dollar, atau lebih dari 70 triliun Rupiah, dan nilai tersebut meningkat 9,82% dari nilai ekspor di tahun 2020. Sebagai negara kepulauan terbesar dengan potensi sumber daya perikanan terbesar di dunia, mendorong pertumbuhan perekonomian dapat dilakukan melalui peningkatan ekspor hasil perikanan bersamaan dengan peningkatan sektor transportasi, khususnya transportasi udara yang menawarkan waktu tempuh yang lebih cepat.

Sektor transportasi udara dinilai dapat berperan banyak sebagai jembatan yang menghubungkan produksi tangkapan perikanan di dalam negeri dengan pasar potensial di luar negeri. Namun demikian, bandara internasional yang tersebar di seluruh Indonesia yang dinilai mampu untuk mendukung hal tersebut dengan jumlah cukup banyak masih belum memiliki peran yang merata. Hal ini mengakibatkan pelabuhan perikanan yang berjumlah 538 dengan potensi produksi yang sangat besar secara kumulatif hanya mengandalkan bandara yang memiliki akses jaringan dan rute terbaik untuk kegiatan ekspornya. Kegiatan ekspor hasil perikanan tangkap dari berbagai wilayah di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Pulau Jawa yaitu di Bandara Soekarno-Hatta (CGK). Hal ini tentu saja dapat membebani proses distribusi dan ekspor apabila sebagian besar hasil perikanan cenderung ditujukan kepada 1 atau 2 bandara internasional saja. Beban tersebut antara lain adalah jenuhnya kapasitas yang ada dan panjangnya perjalanan yang dilakukan mengingat lokasi Jakarta yang jauh dari pasar potensial luar negeri seperti negara-negara di kawasan Asia Timur dan Amerika Utara.


REKOMENDASI 

1. Perlu adanya Bandara Internasional di wilayah Indonesia Timur yang menjadi hub ekspor. rekomendasi bandara yang menjadi hub ekspor yaitu Bandara Frans Kasiepo Biak (BIK).

2. Bandara Pattimura Ambon (AMQ) dapat dijadikan sebagai hub kargo domestik dalam mendukung distribusi hasil perikanan tangkap dan terhubung secara langsung dengan Manado dan BIAK.

3. Perlu adanya rute penerbangan langsung dari bandara bandara yang melayani pelabuhan perikanan di wilayah Indonesia Timur, termasuk dari Bandara Pattimura Ambon (AMQ), menuju Bandara Sam Ratulangi Manado (AMC) dan Bandara Frans Kaisiepo Biak (BIK) sebagai Bandara Hub Ekspor.

4. Maskapai penerbangan yang mengoperasikan pesawat khusus kargo/freighter dapat diprioritaskan dalam rangka optimalisasi pengangkutan kargo udara untuk hasil perikanan tangkap.

5. Diperlukan koordinasi antar stakeholder yang memiliki kepentingan terhadap pemenuhan demand dan penyediaan supply terkait proses pengangkutan hasil perikanan tangkap dengan menggunakan pesawat udara.

6. Hasil perikanan tangkap yang memiliki nilai jual tinggi karena sensitifitas waktu, alternatif moda transportasi yaitu seaplane atau Wing in Ground (WIG) craft untuk pengangkutan dari pelabuhan perikanan menuju bandara.

Komentar

Tulis Komentar