KESIAPAN AUTONOMOUS-RAIL RAPID TRANSIT (ART) DI INDONESIA

Transportasi menjadi salah satu bagian krusial dalam kehidupan manusia. Perkembangan transportasi yang handal menjadi salah satu kunci peradapan modern. Tren transportasi darat di dunia sedang mengarah kepada elektrifikasi dan otomatisasi dari kendaraan. Hal tersebut muncul untuk menjawab tantangan yang ada pada dunia transportasi, yaitu tantangan terkait polusi udara, emisi gas rumah kaca serta isu keselamatan. Teknologi elektrik dan otomatisasi tersebut dapat diterapkan, baik untuk transportasi pribadi maupun transportasi masal.

Salah satu jenis kendaraan otonom yang berpotensi diterapkan di Indonesia adalah Autonomous-rail Rapid Transit (ART). Di Indonesia sendiri ART lebih dikenal sebagai Trem Otonom (TO) yang merupakan moda transportasi massal berbasis listrik dengan roda karet yang bergerak pada rel virtual dalam batas tertentu, serta menggunakan sistem otomatis, kontrol keselamatan dan persinyalan yang aktif.

Trem Otonom menggabungkan karakteristik kereta (light rapid transit/LRT) dan bis (bus rapid transit/BRT). Trem Otonom merupakan moda yang berbentuk seperti kereta LRT, namun tidak beroperasi diatas rel. Trem tersebut beroperasi di atas jalan dengan menggunakan ban yang dipandu oleh lintasan yang disebut sebagai Virtual Track. Virtual Track sendiri berbentuk seperti garis marka jalan yang kemudian diidentifikasi oleh Trem Otonom dengan menggunakan teknologi otomatisasi. Teknologi tersebut mencakup Sensor Light Detection and Ranging (LiDAR) dan Global Positioning System (GPS).

Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan berkolaborasi dengan Institut Teknologi Bandung dan Universitas Gadjah Mada saat ini sedang melakukan kajian penggunaan Trem Otonom dari aspek regulasi, system operasi dan teknis, serta pengelolaan.

Terkait dengan pengumpulan bahan-bahan hukum, kajian ini dilaksanakan dengan peninjauan peraturan eksisting terkait, serta dengan benchmarking peraturan Trem Otonom di berbagai belahan dunia seperti China, German, Belanda dan UK. Selain itu, pada kajian ini juga dilakukan pemetaan aktor yang terlibat di dalam penyelenggaraan Trem Otonom. Pemetaan aktor ini dilakukan dengan mengindentifikasi aspek-aspek operasional dari Trem Otonom, yang mencakup i) manajemen dan rekayasa lalu lintas, ii) manajemen SDM, iii) sarana trem, iv) rancang bangun dan industri Trem Otonom dalam negeri, dan v) prasarana trem, dan mengindentifikasi aktor yang berperan untuk setiap aspek tersebut. Hasil dari pemetaan aktor ini akan digunakan untuk menentukan jenis produk hukum (perpres, PM, atau produk jenis lainnya) yang mengatur penerapan Trem Otonom di Indonesia.

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, sistem transportasi umumnya akan berisi mengenai komponen-komponen transportasi yang terintegrasi, baik dalam hal moda transportasi maupun dengan jaringan transportasi. Dalam hal ini produk hukum yang menjadi pilihan untuk menjadi wadah pengaturan penyelenggaraan TO adalah Peraturan Presiden. Hal tersebut dilandasi oleh keterlibatan multisektoral dalam penyelenggaraan TO. Setidaaknya aka nada 6 Kementerian/Lembaga yang terlibat secara langsung (Kemenhub, KemenPUPR, Kementerian ATR/Pertanahan, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian Kominfo) plus Pemerintah Daerah dan Kepolisian Republik Indonesia.

Dengan menggunakan pendekatan argumentum per analogian, maka berdasarkan penalaran yang wajar tidak mungkin melakukan pengaturan TO yang lintas kementerian dan/atau lembaga tersebut pada level Peraturan Menteri. Selain itu, mengingat TO merupakan moda transportasi jenis baru yang notabene belum diatur dalam Undang-Undang, maka pilihan untuk membuat Peraturan Pemerintah bukanlah pilihan yang prioritas untuk dipilih, walaupun dimungkinkan.

Berdasarkan alasan tersebut, pengaturan mengenai penyelenggaraan TO dalam bentuk Peraturan Presiden menjadi pilihan yang masuk akal, mengingat levelnya yang berada di atas Peraturan Menteri, sehingga mampu menjadi payung dan mengoordinasikan penyelenggaraan TO di Indonesia. Adapun judul Peraturan Presiden yang diusulkan untuk dibentuk adalah Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Trem Otonom yang materi muatannya akan meliputi pemetaan aktor penyelenggaraan TO berikut kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing aktor, sarana dan prasarana TO, manajemen dan rekayasa lalu lintas TO, manajemen sumber daya manusia, dan badan pengelola TO.

Selain Peraturan Presiden terdapat peraturan lain yang cukup penting untuk dibentuk, yakni Peraturan Menteri Perhubungan tentang Standar Spesifikasi Teknis Trem Otonom sebagai bentuk dari pelaksanaan amanat Pasal 34 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. Adapun pembentukan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Standar, Tata Cara Pengujian dan Sertifikasi Kelaikan Trem Otonom merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 208, Pasal 220, dan Pasal 228 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian yang materi muatannya meliputi pengujian TO yang meliputi jenis pengujian, uji rancang bangun dan rekayasa, uji statis, dan uji dinamis dan pelaksanaan pengujian Trem Otonom dengan mengacu pada ketentuan mengenai sarana TO dalam Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Trem Otonom.

Dengan adanya pengoperasian Trem Otonom di Indonesia tentunya akan memberikan kemajuan untuk sektor transportasi di Indonesia dan berkontribusi dalam penurunan kemacetan serta polusi udara. Selain itu, dengan adanya dasar hukum untuk membentuk peraturan a quo, segala aspek dalam penyelenggaraan Trem Otonom di Indonesia akan lebih terarah.

Penyelenggaraan Trem Otonom di Surabaya

Berdasarkan data tahun 2019, jumlah kendaraan bermotor di Kota Surabaya mencapai total sebanyak 2.126.168 kendaraan. Selain itu, sebanyak 96% dari total emisi udara dihasilkan oleh sektor transportasi yaitu sebesar 5,48 juta ton. Oleh sebab itu, pembangunan Trem Otonom menjadi salah satu upaya untuk mengurangi tingkat emisi udara karena merupakan sistem transportasi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Seperti yang telah tertuang dalam PERPRES no 80 Tahun 2019, Surabaya-Bangkalan menjadi salah satu kota yang direncanakan akan dibangun Trem Otonom. Badan Litbang Perhubungan bersam dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melakukan kajian terhadap kebutuhan dan perencanaan rute Trem Otonom di Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan beserta identifikasi kendala dan kebijakan-kebijakan yang akan direkomendasikan untuk dapat mendukung terlaksananya Trem Otonom.

Dengan memepertimbangkan beberapa parameter seperti, kesesuaian rute terhadap regulasi terkait, panjang rute yang dilewati dan kompleksitas rute, klasifikasi jalan, demand transportasi berdasarkan land use dan kepadatan penduduk, pusat-pusat kegiatan yang dilalui dan dilayani, konektivitas- aksesibilitas-intermoda, serta konflik yang terjadi dengan moda transportasi yang sudah ada. Terdapat 3 rencana alternatif trase Kota Surabaya dan 3 rencana alternatif trase Kabupaten Bangkalan sebagai berikut:

Rute Surabaya:

- Alternatif 1 (Stasiun Pasar Turi-Pelabuhan Ujung)

- Alternatif 2 (Stasiun Pasar Turi-Jembatan Suramadu via kenjeran)

- Alternatif 3 (Stasiun Pasar Turi-Jembatan Suramadu via JLLT)

Rute Bangkalan:

- Alternatif 1 (Pelabuhan Kamal-Eks Stasiun Bangkalan)

- Alternatif 2 (Jembatan Suramadu-Eks Stasiun Bangkalan)

- Alternatif 3 (Jembatan Suramadu-Eks Stasiun Bangkalan-Pelabuhan Kamal)

Didasarkan pada ketersediaan dukungan sumber daya yang ada, termasuk prasarana (jalan) yang akan digunakan dalam pengembangan Trem Otonom serta hasil survey dan beberapa pertimbangan rute yang dipilih adalah Rute 2 Surabaya yaitu dari Stasiun Pasarturi menuju Jembatan Suramadu melalui Jalan Kenjeran, dan Rute 3 Bangkalan yaitu dari Jembatan Suramadu menuju ke Eks. Stasiun Bangkalan dan berakhir di Pelabuhan Kamal.

Implementasi kebijakan Trem Otonom perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) dan adanya dukungan dan koordinasi dengan para stakeholder terkait. (Pemerintah Daerah, PT KAI (operator), PT INKA (penyedia sarana), Kepolisian daerah).


Komentar

Tulis Komentar