MENUJU INDONESIA BEBAS ODOL

Truk-truk kelebihan muatan dan dimensi berlebihan (overload over dimension/ ODOL) masih berkeliaran di jalanan. Merujuk pada data jembatan timbang, jumlah truk overload sekitar 80% dari truk yang diperiksa sedangkan truk over dimension hanya sekitar 25%. Praktek ODOL merupakan suatu permasalahan pelik yang perlu terus diawasi karena menyangkut keselamatan banyak orang dan memiliki aspek ekonomi yang tinggi.

Banyak kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh kendaraan ODOL. Kendaraan overload memiliki risiko kecelakaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan normal. Selain tabrakan, kendaraan overload cenderung lebih mudah kehilangan kontrol maupun keseimbangan karena muatan yang berlebih mengakibatkan perubahan center of gravity (titik berat) yang berbeda dengan desain truk, sehingga risiko terguling menjadi lebih tinggi.

Di sisi lain, kendaraan ODOL juga berdapkak pada kerusakan infrastruktur jalan karena kelebihan beban. Kementerian PUPR mencatat kerugian negara akibat praktek ODOL mencapai 43,5 triliun rupiah per tahun.

Pemerintah terus berupaya mendorong pemberantasan kendaraan ODOL dan menargetkan Indonesia Bebas ODOL di tahun 2023. Demi mewujudkan hal tersebut tentunya dibutuhkan sinergi lintas instansi.

Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) mengkaji dampak kebijakan dan strategi implementasi penertiban ODOL. Dari hasil kajian tersebut membahas mulai dari teknologi yang digunakan, simulasi ODOL chassis truk, simulasi kerusakan jalan, pemetaan proses bisnis hingga potensi shifting angkutan logistic menggunakan Kereta Api.

Teknologi Penertiban Kendaraan ODOL

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, terutama di area big data dan internet of things, saat ini banyak perangkat teknologi baru yang dapat digunakan untuk menekan jumlah pelanggaran truk ODOL. Keunggulan utama dari teknologi tersebut adalah proses pengerjaan yang bersifat otomatis dan minim sumber daya manusia. Karakteristik utama lainnya adalah teknologi tersebut terhubung dengan jaringan internet dan dapat menghasilkan data-data yang bermanfaat untuk penanganan ODOL. Hal ini tentunya menjawab permasalahan penanganan ODOL saat ini terkait ketersediaan SDM dan fasilitas pendukungnya.

Di Indonesia, penertiban kendaraan ODOL berbasis teknologi informasi mulai digunakan, seperti pemasangan weigh-in-motion (WIM) di Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) maupun jalan tol, pemasangan kamera ANPR, sensor dimensi, penggunaan sistem ETLE, dan lain-lain. Berdasarkan data Jasa Marga, hasil evaluasi penggunaan WIM di jalan tol menunjukkan data kendaraan overload adalah berkisar 9%-42.5% dari total kendaraan yang terdeteksi sensor dengan rata-rata 22%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir 1 dari 5 truk di jalan tol terindikasi overload.

Salah satu upaya yang perlu diteruskan dan disempurnakan adalah upaya Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE). Elemen teknologi dari ETLE terdiri dari ANPR, WIM, Sensor Dimensi, BLUE, GPS dan pusat pengumpulan data. Sistem ETLE dapat melengkapi keterbatasan kemampuan sumber daya yang ada seperti lahan pemeriksaan yang cukup dan petugas yang bersiaga. Namun, perlu diperhatikan bahwa meskipun sistem tilang elektronik dapat meningkatkan penindakan pelanggaran kendaraan ODOL, untuk berjalan secara efektif sistem ini akan memerlukan waktu yang cukup lama. Selama itu, sistem ini tetap berisiko untuk membiarkan kendaraan ODOL tetap beroperasi dan menimbulkan ancaman keselamatan lalu lintas maupun kerusakan jalan.

Manfaat Penertiban Truk ODOL

Penertiban truk ODOL tentunya akan memiliki dampak positif (benefit) bagi pemerintah, operator truk maupun pengguna jalan. Di sisi lain, penertiban truk ODOL juga akan menimbulkan biaya bagi pemerintah, operator truk dan konsumen dari operator truk.

Dari hasil kajian disebutkan bahwa, berdasarkan penjabaran baik dari segi manfaat dan biaya dari kebijakan penertiban angkutan ODOL, pemerintah perlu terus menerapkan kebijakan penertiban angkutan ODOL walaupun terdapat biaya yang harus dikeluarkan dikarenakan beberapa hal berikut ini:

1. Upaya untuk menjaga kemantapan jalan di Indonesia.

2. Pemerintah sedianya wajib untuk terus berupaya meningkatkan aspek keselamatan masyarakat (dalam hal ini pengguna kendaraan).

3. Meningkatkan efisiensi biaya logistik agar biaya logistik di Indonesia semakin rendah.

4. Menurunkan biaya perbaikan dan pemeliharaan jalan

 


Komentar

Tulis Komentar