PEMANFAATAN DRYPORT TO DRYPORT DALAM MEWUJUDKAN EFISIENSI LOGISTIK

Bekasi—Guna mendukung kegiatan An Investigastion (2018-2020) on Supply Chains between Indonesia and The Netherlands by Using Dryport yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Gelderland Belanda, Badan Kebijakan Transportasi gelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) pada Kamis (1/12). Dalam diskusi tersebut dipaparkan hasil penelitian antara Tim Peneliti Logistik dan dosen HAN University of Applied Sciences bersama BINUS University mengenai Dryport to Dryport (DP2DP) Project Gelderland -West Java. 

Membuka acara tersebut, Kepala Pusat Kebijakan Sarana Transportasi Gunung Hutapea, menyampaikan bahwa pemerintah perlu mengembangkan sistem tarnsportasi yang terintegrasi dengan kawasan industri seperti menggunakan kapal tongkang dan kereta api untuk kelancaran angkutan logistik keluar dan menuju Pelabuhan laut maupun pelabuhan daratan (dry port).

“Melalui pembangunan dry port diharapkan dapat mendukung aktifitas di pelabuhan laut yang memiliki tingkat BOR (Beuth Occupancy Ratio) atau tingkat penggunaan dermaga dan tingkat YOR (Yard Occupancy Ratio) atau tingkat penggunaan lapangan petikemas yang tinggi, sehingga mengurangi kemacetan di pelabuhan dan mempercepat waktu untuk melakukan aktifitas bongkar muat,” jelas Gunung pada diskusi yang dilaksanakan di BINUS University Summarecon Bekasi.

Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Transportasi Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat Dhani Gumelar menyampaikan mengenai potensi sektor industri di wilayah Jawa Barat. “Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) tengah menggenjot pengembangan Kawasan Rebana dan Jabar Bagian Selatan. Percepatan pembangunan kedua kawasan ini juga sudah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2021,” ungkapnya.

Dhani menambahkan, guna mewujudkan percepatan pembangunan Kawasan Rebana dibutuhkan konektivitas sektor transportasi serta komitmen dan kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta dan akademisi.

“Keselarasan program dan kewenangan di Sektor Transportasi harus dilakukan bersama-sama agar perannya bisa maksimal dalam mendorong perwujudan pembangunan daerah yang lebih baik,” pungkasnya.

Hadir sebagai pembicara, Erik van Zanten Peneliti HAN University memaparkan bahwa aktifitas utama dry port adalah melakukan penanganan dan pengirimkan kontainer, maka infrastrukturnya haruslah lengkap dan terjamin. Artinya diperlukan waktu yang pendek untuk dapat menjangkau jalan masuk ke dry port dari halaman pelabuhan laut.

“Penggunaan angkutan multimoda yakni tongkang dan kereta api dapat mengurangi emisi gas buang yang ditimbulkan dibandingkan jika hanya menggunakan angkutan darat terutama kendaraan truk,”jelasnya.

Lebih lanjut Erik menyebutkan truk yang dioperasikan di jalan perkotaan menghasilkan 195 gCO2/tkm (gram CO2 per ton kilometer travelled) dan apabila menggunakan kapal tongkang (Barge) menghasilkan 31,6 gCO2/tkm. Sementara itu, untuk kereta api menghasilkan lebih sedikit polusi yaitu 24 gCO2/tkm.

Pada akhir acara Gunung menambahkan bahwa pemerintah perlu mengembangkan sistem transportasi yang terintegrasi dengan kawasan industri seperti menggunakan kapal tongkang dan kereta api untuk kelancaran angkutan logistik keluar dan menuju Pelabuhan laut maupun Pelabuhan daratan (Dry Port), serta kolaborasi antar pelabuhan seperti Pelabuhan Patimban dengan Pelabuhan Tanjung Priok untuk mendukung kegiatan logistik di Indonesia.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Indonesian Embassy to the Kingdom of The Netherlands, Natasja Van Der Geest; GM Comercial PT Cikarang Inland Port, Imam Wahyudi.

Komentar

Tulis Komentar