PENENTUAN LOKASI BANDAR UDARA PERAIRAN DI INDONESIA

Peran Bandar Udara sebagaimana tertuang di dalam PM no 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, dimana Bandar Udara memiliki peran sebagai simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya, pintu gerbang kegiatan perekonomian, tempat kegiatan alih moda transportasi, pendorong dan penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan, pembuka isolasi daerah, pengembangan daerah perbatasan, penanganan bencana dan prasarana memperkukuh wawasan nusantara dan kedaulatan negara. Pembangunan dan pengembangan Bandar Udara sendiri dilaksanakan sesuai dengan penetapan lokasi Bandar Udara dan/atau rencana induk Bandar Udara. Pengembangan Bandar Udara yang telah ada/eksisting dilaksanakan dengan memperhatikan kriteria indikasi awal didasarkan atas tingkat kegunaan operasional yang meliputi fasilitas sisi udara dan fasilitas sisi darat.

Penyelenggara bandar udara perairan (Waterbase Operator) adalah Unit Penyelenggara Bandar Udara, Unit Penyelenggara Bandar Udara Daerah, Badan Usaha Bandar Udara dan Badan Hukum Indonesia pemegang register bandar udara perairan dan pengoperasian bandar udara perairan (waterbase), dimana kaitannya dengan bandar udara yang mempunyai register merupakan pemegang register bandar udara perairan. Namun, hingga saat ini belum ada regulasi atau dokumen teknis terkait Perencanaan dan penentuan lokasi Bandar Udara Perairan (Water aerodrome) di Indonesia. Bandar Udara Perairan (Water aerodrome) berfungsi sebagai penghubung antar pusat pertumbuhan ekonomi dan mampu mendorong lahirnya pusat pertumbuhan ekonomi di remote area khususnya ekonomi berbasis pariwisata. Untuk menjalankan rencana transportasi berbasis integrasi antar moda dan konektivitas layanan transportasi, maka dalam menentukan lokasi Bandar Udara Perairan perlu mempertimbangkan prasarana transportasi yang tersedia sebagai pendukung (supporting).

Fasilitas yang diperlukan water aerodrome dan penyelengaraan operasionalnya mengacu pada Water Aerodome yang sebelumnya telah ada dan beroperasi yaitu Bandar Udara Perairan (1) Benete di Kab. Sumbawa Barat, NTB, (2) Amanwana di Pulau Moyo, NTB, (3) Kahayan di Provinsi Kalteng dan (4) Pulau Bawah di Pulau Anambas Kepri. Beberapa solusi yang dapat lebih lanjut dianalisa adalah sebagai berikut:

1. Lokasi water aerodrome perlu diatur melalui peraturan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara selaku Otoritas Nasional seperti penyusunan Petunjuk Teknis, Keputusan Dirjen perihal Lokasi operasional water aerodrome di Indonesia. Rencana Regulasi ini dapat diawali dengan pelaksanaan kajian/ studi kelayakan berdasarkan kondisi eksisting perairan dan karakteristik pesawat amfibi.

2. Kelayakan teknis tersebut digunakan sebagai referensi untuk pemilihan lokasi bandar udara perairan dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan topografi, hidrografi, bhatimetri, tinggi gelombang, pasang surut, daan kecepatan arus

3, Pembangunan bandar udara perairan dapat memanfaatkan pelabuhan yang sudah ada (eksisting) sebagai pendukung konektivitas, integrasi transportasi sebagai hubungan multimoda. Pelaksanaannya dilakukan dengan koordinasi dan rekomendasi teknis dari Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Direktorat terkait atau Unit kerja di masing-masing Pelabuhan). Bentuk operasional tersebut dapat dilaksanakan seperti berikut ini :

a. Bandar Udara Perairan (Bandar udara perairan) yang berada pada wilayah pelabuhan yang berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan, sehingga memerlukan koordinasi dengan Ototritas Pelabuhan. (Operasional bergabung dengan alur pelayaran)

b. Bandar Udara (Bandar udara perairan) yang berdampingan dengan Pelabuhan atau yang berada di luar Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan namun berada pada wilayah Pelayaran di suatu Pelabuhan (Operasional bersinggungan dengan aktivitas pelayaran)

c. Bandar Udara (Bandar udara perairan) yang berdiri sendiri, tidak bersinggungan dengan wilayah otoritas Pelabuhan.

Penggunaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran berdasarkan kondisi hidrografi dan bathimetri serta pemberitaan (Notice to Mariners) melalui Telekomunikasi Pelayaran untuk mendukung operasional Bandara Perairan (bandar udara perairan), misalnya dengan pelaksanaan Areas to be avoided sehingga tidak terdapat aktivitas pelayaran oleh kapal-kapal di wilayah Bandara Perairan.

Komentar

Tulis Komentar