PENGEMBANGAN KONSEP OPERASIONAL ATFM/A-CDM DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO-HATTA

Berdasarkan Airport Council International (ACI) World Airport Traffic Forecast (WATF) 2022-2041 berupa kajian dan proyeksi yang dikeluarkan oleh ACI secara faktual berdasarkan krisis yang melanda industri penerbangan global saat ini masih terjadi, terdapat hal yang menarik dari prediksi yang dipublikasikan oleh ACI yakni pada tahun 2040 Indonesia masuk di peringkat 4 dunia sebagai negara dengan pengguna transportasi udara tertinggi (dengan proyeksi penumpang sebesar 640 juta penumpang) setelah China, USA dan India. Kondisi ini tentunya harus mulai antisipasi bagaimana proyeksi besar angkutan udara di Indonesia dapat berjalan lancar diperlukan adanya penataan manajemen pengaturan lalu lintas penerbangan yang baik, efektif, efisien dengan berorientasi pada keselamatan, keamanan, pelayanan prima yang sesuai dengan peraturan dan standar penerbangan sipil internasional.

  • Berdasarkan rilis dari Airport Council International (ACI) Releases Official Data of the World’s Busiest Airport 2022, Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta masuk sebagai Bandara tersibuk nomor 3 di Kawasan Asia Pacific dengan jumlah penumpang periode Bulan Januari-Desember Tahun 2022 sebanyak 39,60 juta penumpang. Dengan profil sebagai bandara yang sibuk, Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta berpotensi besar mengalami berbagai gangguan operasional berupa penundaan atau delay yang terjadi akibat pemintaan kebutuhan operasi penerbangan yang meningkat tanpa diimbangi dengan perencanaan dan prediksi lalu lintas penerbangan yang baik. Penundaan atau delay juga biasa terjadi pada jam-jam tertentu akibat kurangnya prediktabilitas kebutuhan operasi penerbangan terhadap kapasitas operasional yang tersedia sehingga berdampak terhadap layanan kepada masyarakat pengguna jasa transportasi udara.
  • Dalam rangka meningkatkan tata kelola pengaturan penyelenggaraan operasi penerbangan di area darat dan ruang udara menjadi hal utama yang perlu diperhatikan oleh para pemangku kepentingan, sehingga diperlukan metode operasional yang tepat dalam mengelola kebutuhan operasi penerbangan melalui manajemen pengaturan dan pengelolaan arus lalu lintas diwilayah ruang udara melalui organisasi atau unit kerja yang dikenal dengan Air Traffic Flow Management (ATFM), sesuai dengan ICAO Document 4444, Air Traffic Management, Chapter 3 Paragraph 3.2.1.1 “An air traffic flow management (ATFM) service shall be implemented for airspace where traffic demand at times exceeds the defined ATC capacity”.
  • ATFM diterapkan guna menyeimbangkan antara permintaan (traffic demand) dengan kapasitas yang tersedia pada suatu bandara dan penerapan ATFM mutlak diperlukan ketika permintaan (traffic demand) akan melebihi atau berpotensi mendekati kapasitas tertinggi yang tersedia pada suatu Bandar Udara. Dalam penyelenggaraan tata kelola penerbangan yang baik, efektif dan efisien ATFM tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu sistem, diperlukan sistem dan organisasi lain yang saling mendukung dan berkolaborasi antar unit kerja operasional pada suatu ekosistem penyelenggaraan penerbangan dari masing-masing entitas atau stakeholder melalui Airport Collaborative Decision Making (A-CDM) yang merupakan proses kolaborasi dalam hal berbagi informasi antar unit kerja operasional dari ekosistem Bandar Udara yang kompleks dan saling berkaitan untuk memberikan informasi situasional dalam rangka memperoleh strategi bersama dalam menyelesaikan tantangan dan permasalahan operasional. Namun sampai dengan saat ini belum adanya petunjuk teknis dan peraturan nasional yang mengatur mengenai metode operasional penerapan ATFM/A-CDM, sehingga masing-masing stakeholder belum mendapatkan gambaran dan referensi mengenai data/informasi yang harus di bagi antar pemangku kepentingan, hal ini menimbulkan perbedaan persepsi mengenai definisi dan konsep operasional secara efektif dan terukur dalam proses berbagi informasi antar stakeholder dalam penerapan integrasi ATFM-A-CDM termasuk juga perubahan paradigma bagi para pemangku kepentingan, yang sebelumnya menerapkan paradigma “first come first served” menjadi “best planned best served” hal ini dimaksudkan untuk mendorong perencanaan penerbangan yang semakin matang dan presisi dengan meningkatkan prediktabilitas operasi penerbangan.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan informasi yang dilaksanakan di wilayah kerja Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta dan Direktorat Operasi Perum LPPNPI atau Airnav Indonesia, selanjutnya ditemukan berbagai permasalahan yaitu terdapat gap dalam penerapan ATFM/A-CDM di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, antara lain :

  1. Saat ini belum ada regulasi yang mengatur mengenai A-CDM;
  2. Pengenalan A-CDM masih berjalan di masing-masing stakeholder, sehingga definisi dan persepsi mengenai A-CDM belum menjadi satu kesepahaman;
  3. Sudah ada Task Force di lingkungan internal AP2, tapi belum mencakup ke seluruh pemangku kepentingan A-CDM sehingga mempunyai keterbatasan dalam aktifitas operasional lintas pemangku kepentingan;
  4. Tersedia Manual A-CDM berdasarkan Manual Eurocontrol yang masih bersifat high level dan belum menjabarkan secara detil model A-CDM yang akan diterapkan di CGK;
  5. Tersedia A-CDM Milestone yang merupakan lampiran dari Manual A-CDM Internal dilingkungan AP2, tapi milestone belum menjabarkan secara detil distribusi dan pertukaran data/informasi antar pemangku kepentingan;
  6. CGK sudah mempunyai sistem yang mendukung penerapan A-CDM di CGK, namum belum tercapai integrasi yang optimal dalam aktifitas pertukaran data dengan sistem eksternal;
  7. Saat ini belum tersedia sistem ATFM yang mampu sepenuhnya menjalankan fungsi operasional ATFM (GDP/CTOT, ADP, SAM, Demand & Capacity Prediction & Monitoring dll.) beberapa fungsi sedang dikembangkan melalui sistem IMAN;
  8. Saat ini AP2 dan Airnav sudah ada kesepahaman integrasi data dalam ATC Interface Definition Document (ATC-IDD) yang berisi mekanisme pertukaran data dari Airnav dengan AP2 maupun sebaliknya, namun masih perlu di evaluasi dan di analisa dengan lebih dalam apakah model pertukaran data yang saat ini berjalan sudah efektif diterapkan, atau perlu penyesuaian dan perbaikan lebih lanjut;
  9. Saat ini sudah ada pertukaran data antara sistem IT kantor pusat Airnav dan IT kantor pusat AP2 dan selanjutnya data di distribusikan ke sistem A-CDM pada AOCC CGK. Sistem A-CDM belum bisa mendistribusikan data yang sudah dikalkulasi kepada sistem IT kantor pusat AP2 untuk selanjutnya dikirimkan kembali ke sistem IT kantor pusat Airnav. (Perlu evaluasi model data sharing saat ini berdasarkan hasil analisis data sharing yang telah berjalan).

Berdasarkan identifikasi dan perbandingan kondisi diatas, diketahui salah satu hal mendasar yang menjadi penyebab belum berjalannya penerapan ATFM/A-CDM adalah belum terdefinsikan dengan jelas alur pertukaran data yang mengacu pada milestone A-CDM yang diterjemahkan dengan jelas tugas dan tanggung jawab antar pemangku kepentingan dalam menjalankan operasional A-CDM. Oleh karena itu, dapat direkomendasikan hal hal sebagai berikut: 

  • Adanya kebijakan berupa panduan dan prosedur implementasi ATFM/A-CDM dan pendukungnya (ICAO SWIM) pada tingkatan nasional yang mengatur tugas dan tanggung jawab masing-masing stakeholder beserta konsep data sharing operasional berdasarkan pendekatan milestone A-CDM yang telah dikembangkan.
  • Dorongan dari Pemerintah dalam pembentukan Task Force penerapan ATFM/A-CDM di Bandara yang rencana menerapakan, dengan PIC Kantor Otoritas Bandara terkait atau pihak lain yang ditunjuk Pemerintah.
  • EGM Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, selaku penanggung jawab tunggal (single accountable) operasional di Bandar Udara, berkolaborasi dengan Pemerintah (Regulator) guna mengharmonisasikan perencanaan A-CDM antar pemangku kepentingan di CGK.
  • Dorongan dari Pemerintah dalam percepatan penyiapan sistem dan unit kerja dalam kaitan penerapan Integrasi ATFM/A-CDM di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, mengingat Bandara Internasional Soekarno-Hatta merupakan wajah utama Negara Indonesia yang tidak tertinggal dalam hal pembaruan penerapan teknologi dan prosedur penyelenggaraan penerbangan yang selamat, aman, nyaman, efektif, efisien dan berkontribusi positif terhadap keberlanjutan lingkungan sesuai dengan ICAO Strategic Objective.

Penulis : Dedy Fachrudin

Komentar

Tulis Komentar