PERGERAKAN ORANG PADA TRANSPORTASI PERKERETAAPIAN SELAMA PANDEMI COVID-19

Sektor transportasi menjadi salah satu sektor penting yang dianggap berpengaruh dalam penyebaran Covid-19. protokol kesehatan pencegahan Covid-19 menjadi metode utama untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, sehingga Pemerintah perlu menetapkan kebijakan pembatasan kegiatan termasuk mudik dan bepergian ke luar kota.

Untuk membatasi dan mengendalikan pergerakan orang di dalam dan antar wilayah telah diterbitkan Permenhub 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka pencegahan Penyebaran Covid-19 dan 25/2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik 1441 H serta SE No.4 Tahun 2020 Satgas Covid-19.

Namun kenyataannya, pergerakan orang untuk pulang kampung dari Jakarta dan kota-kota besar lainnya sebagai episentrum Covid-19 telah berlangsung sebelum ada larangan mudik dari Presiden. Berdasarkan hasil survei Badan Litbang Perhubungan yang dilaksanakan pada 28-29 Maret menunjukkan bahwa 7% masyarakat sudah mudik, apabila ada larangan mudik 13% masyarakat tetap mudik, dan masyarakat yang memilih tidak mudik sebesar 80%. Meskipun sebagian besar menyatakan tidak memilih mudik, angka 20% yang menyatakan mudik tetap merupakan angka yang mengkhawatirkan bagi penyebaran Covid-19 ke wilayah-wilayah lain.

Kementerian Perhubungan kemudian mulai memantau penerapan pembatasan dan pengendalian moda transportasi yang mengangkut penumpang dan barang agar sejalan dalam mencapai tujuan dari penetapan beberapa peraturan tersebut di atas dengan Polda, Dinas Perhubungan dan BPTJ.

Analisis Penyebaran Virus Pada Bidang Transportasi Perkeretaapian Selama Pandemi Covid-19

Jumlah penumpang yang digunakan sebagai contoh analisis adalah menggunakan data jumlah penumpang pada stasiun Tugu Yogyakarta. Jumlah yang dianalisis adalah pada bulan Januari sebelum adanya pandemi jumlah penumpang rata-rata 10.363 penumpang per hari, bulan Maret sebagai awal pandemi jumlah penumpang turun menjadi 5.821 penumpang per hari, dan kondisi pada Agustus saat kondisi pandemi dengan berbagai kebijakan yang telah dilakukan turun menjadi 1.604 penumpang per hari.

Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan 3C (closed space, crowded space, close contact) dan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mampu mengurangi potensi risiko penyebaran Covid-19. Intervensi yang dilakukan dengan membatasi kerentanan orang (pembatasan jumlah penumpang) dan kerentanan ruang (penerapan pemanfaatan ruang agar lebih terbuka, tidak menumpuk, dan mengurangi kontak) serta meningkatkan kapasitas dengan penerapan protokol kebijakan kesehatan akan mampu mengurangi potensi risiko penyebaran virus Covid-19.

Pentingnya kebijakan protokol kesehatan dan pembatasan jumlah penumpang akan secara efektif menekan penyebaran virus Covid-19 dalam stasiun dan kereta. Meningkatnya kasus terkonfirmasi Covid-19 juga tidak berkorelasi dengan nilai risiko stasiun melalui perhitungan penumpang pada jam sibuk stasiun, khususnya rentang waktu bulan April-Mei-Juni-Juli 2020.

Analisis Efektifitas Penerapan Kebijakan Pengendalian Transportasi Perkeretaapian Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Virus Covid-19

1. Dampak Kebijakan SIKM pada Tataran Nasional

Surat Ijin Keluar dan Masuk (SIKM) di DKI Jakarta merupakan upaya dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menekan laju penularan virus Covid-19. Hasil Uji-T secara signifikan dapat memberikan informasi bahwa kebijakan SIKM yang dilaksanakan secara ketat dapat memberikan dampak penuruan tingkat penularan yang ditunjukkan dengan nilai Reproduksi efektif (Rt) yang lebih baik (mendekati nilai 0).

2. Dampak Kebijakan Permenhub No. 18 Tahun 2020

Hasil Uji-T menunjukkan adanya penurunan Reproduksi efektif (Rt) pasca pemberlakukan PM No.18 Tahun 2020 jika dibandingkan dengan Rt sebelum adanya PM No.18 Tahun 2020. Hasil memberikan informasi bahwa kebijakan yang dituangkan dalam PM No. 18 Tahun 2020 memberikan dampak positif terhadap penurunan tingkat penyebaran Covid-19 (Rt).

3. Dampak Kebijakan PM. No 25 tahun 2020

PM No. 25 tahun 2020 memberikan dampak positif terhadap penurunan Rt yang ditunjukkan dengan nilai Rt rata-rata kelompok data Rt 14 hari pasca pemberlakuan kebijakan sebesar 1,11 dibandingkan rata-rata nilai Rt sebelum pemberlakuan PM. No 25 tahun 2020 sebesar 1,95.

Dari hasil analisis, dapat ditarik kesimpulan bahwa pergerakan di transit angkutan umum sangat signifikan dan berdampak besar pada peningkatan Reproduksi efektif (Rt), sebaliknya pergerakan di rumah saja akan sangat signifikan dan berdampak sangat besar pada penurunan Rt, sedangkan pergerakan pada lokasi lain signifikan dan berdampak medium terhadap penurunan Rt, kecuali mobilitas ke retail dan tempat rekreasi yang tidak berdampak signifikan

Maka efektifitas penerapan kebijakan pengendalian transportasi perkeretaapian dalam rangka pencegahan penyebaran Virus Covid-19 dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Efektifitas kebijakan pengendalian tergantung dari momentum, dan pola sebaran.

2. Skema Intervensi dapat diterapkan sesuai kewenangan: Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota

3. Kendali mobilitas orang disesuaikan dengan jenis karantina.

4. Mobilitas barang harus diperlancar.

5. Moda Kereta Api dapat menjadi Moda Kendali Mobilitas dalam pulau terutama ketika penyekatan Moda Darat Orang antar Kabupaten/Provinsi dilakukan.

Oleh karena itu dibutuhkan data spasial kasus dengan update setidaknya harian, dimana jika tanpa data, maka kondisi terburuk yang dijadikan asumsi adalah semua orang pembawa virus, dan juga objek diruang publik terkontaminasi.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka dapat dirumuskan pula bahwa:

1. Status wilayah di mana stasiun berada sangat menentukan apakah penggunaan layanan kereta api dari stasiun wilayah tersebut memiliki risiko tertular Covid-19. Status wilayah merah memiliki risiko dua kali lipat dari status oranye. Status merah Wilayah, diharapkan menjadi dasar kebijakan pembatasan jumlah penumpang yang diperbolehkan naik serta peningkatan protokol Covid-19 yang semakin ketat, seperti: penumpang wajib swab atau tidak, penggunaan alat pendeteksi awal Covid-19, dan pemisahan kereta/gerbong bagi penumpang yang berasal dari stasiun wilayah berstatus merah.

2. Kebijakan pengurangan jumlah penumpang pada tiap perjalanan kereta sampai 50% dari jumlah maksimal penumpang sudah sesuai dengan Kajian Manajemen Risiko dalam studi ini karena akan mengurangi risiko lebih dari sampai 75% dibandingkan dengan jumlah penumpang maksimal.

Adapun beberapa rekomendasi yang dapat diberikan untuk mengurangi resiko penyebaran virus pada bidang transportasi perkeretaapian selama pandemi Covid-19, diantaranya:

1. Perlu dilakukan database profil orang yang akan masuk (usia, komorbid) sehingga dapat diketahui risiko stasiun pada hari dan waktu tertentu secara real time.

2. Perlu adanya penyempurnaan aplikasi pembelian tiket kereta online yang berisi database data status Covid-19 wilayah, data profil penumpang (jumlah, usia plus usia covid), data implementasi protokol kesehatan (operator per stasiun), dan data kerentanan ruang stasiun (operator) sehingga masing-masing stasiun dapat mengeluarkan nilai potensi risiko penyebaran Covid-19 ketika akan menggunakan moda Kereta Api. Hal ini dapat menjadi dasar pertimbangan bagi calon pengguna layanan Kereta Api ketika akan melakukan perjalanan dengan menggunakan moda Kereta Api.

Komentar

Tulis Komentar